Kamis, 30 September 2010

Jay,,,akhirnya kamu menikah juga


benarkah pernikahan selalu didasarkan atas nama cinta?
kalau memang iya,,,kenapa masih saja ada kesedihan menyertainya
mungkinkah pernikahan terjadi bukan atas dasar cinta?
kalau ada,,,sebuah keterpaksaan-kah
atau jangan-jangan kita sering naif menafsirkan makna cinta
dengan beribu perlambang berhiaskan senyuman
dengan beribu tembang cinta yang ujungnya hanya kosong makna
akhirnya hanya menemui ujung pedih yang mengiris batin
adakah pernikahan mewakili sebuah tangis
apapun makna tangisan itu

Jadi apa korelasi pernikahan dengan cinta
aku baru saja memaknainya
terpisah seperti kutub utara dan selatan
hari ini aku menyaksikan sebuah pernikahan bukan dengan pemahaman
yang selama ini terpatri dalam benak
bukan dengan landasan cinta, bukan dengan landasan suka sama suka
tapi dengan sebuah pengertian hingga saat ini aku tak mampu memahaminya
sampai detik inipun tidak bisa aku nalar pangkal dan ujungnya

Jay,,,
akhirnya kamu menikah juga
dirimu hanya perlu satu hari untuk memutuskan dan mengabarkan
"wing,,,besok aku menikah"
"datang dan temani aku disana"
"begitu mendadak,,,?"
"aku menikah setelah mata batinku mengharuskannya"
"apa,,,aku gak ngerti maksudnya"
"semalam aku dapat restu dari guru untuk menikahinya"
"bukan dengan rasa cinta padanya, tapi karena kecintaanku padaNYA"
"kenapa? kenapa harus menikahi janda dengan dua anak, karena aku tahu dirimu bisa lebih dari itu" bertubi2 pertanyaan keluar tanpa bisa berhenti.
"Kamu mencintainya?" dia menggeleng,,"suka padanya?" sekali lagi menggeleng
"lantas,,,karena dasar kasihan?"dia hanya tersenyum dan menggeleng
"calon istri kamu mau" baru mengangguk
"kelahiran, kematian, jodoh,,,apapun yang sering kamu persepsikan dengan sebuah takdir versi kamu,,,yang ujung2nya bernama nasib,,,aku sudah tinggalkan itu,,,karena ia masih membawa kepedihan, aku lakukan ini semata2 karena laku yang harus dijalani, perjalanan spiritual yang telah,sedang dan akan kujalani,,,melepas dari rasa sedih, suka, benci, cinta, dikotomi yang ada "
"demi apa" aku makin bingung
"demi kebaikan dan keikhlasan, sebagai wujud penghambaan dan cinta,,,,padaNya"
entah,,,,aku yang bodoh, naif atau karena aku merasa dia telah sampai,,,di ujung jalan sunyi yang sering aku bilang namun aku sendiri mandeg kesasar entah dimana.
hari ini aku baru tahu sebuah pernikahan tanpa rasa "cinta", aneh mungkin kedengarannya
aku jadi ragu,,, apa yang harus aku ucapkan padanya
"Jay,,,selamat menempuh hidup baru?"
atau "Jay,,,semoga berbahagia hingga kaken ninen"
rasanya dia jauh dari itu
akhirnya aku hanya bisa berkata:
"Jay,,,akhirnya kamu menikah juga"


*jay,,,teman yang aku sendiri tidak bisa menggambarkan secara utuh seperti apa dia



Senin, 20 September 2010

Mungkin benar

Mungkin benar,,,
jiwa manusia seperti sebutir bawang merah
yang tampak diluar hanya warna merah
saat kita kupas satu per satu
warna itu makin memudar,, dan
pada umbi yang paling dalam
yang tersisa hanya warna putih,,,dengan
air mata yang meleleh


saat menembus batas sunyi
seperti menyibak waktu dengan sekali hentakan
ada rasa takut yang menjalar tubuh ini
ketika kepastian berubah menjadi hambar
ada rasa takut ketika harapan
akan menjadi sirna
seperti kehilangan jiwa
yang telah menyatu dalam raga begitu lama
mungkin satu-satunya penghibur adalah doa
doa yang selalu bergumam namun tak terkatakan
doa yang selalu terucap namun maknanya entah apa
karena ia hanya menuntut ke ikhlasan
kalau jiwa yang berubah menjadi liar
akan menemui rumahnya
bukan menemui sia sia
sebab waktu hanya bisa tunduk pada ke ikhlasan dan kesabaran
sebelum ia menuntunnya menuju kebaikan
hmm,,,
saat ketakutan itu begitu mendera
apapun nantinya
aku berharap ini demi kebaikan semata
sisanya,,,
hanya ikhlas dengan untaian doa
itu saja

Selasa, 14 September 2010

salahkan saja


salahkan saja waktu
salahkan saja,,,
kalau harapan yang terbangun dari tiap keping asa
berakhir menjadi bayangan
menghilang saja dari setiap detik, menit, jam, hari
biarkan jadi sia sia
jangan diratapi dengan kesedihan
jangan ditangisi dengan kepedihan
beri saja seulas senyum
senyum yang paling menawan
walau di dalam lubuk hanya tersisa hampa, kosong, sunyi
atau apapun namanya
jangan biarkan kemarahan hanya menambah luka
jangan barkan air mata jatuh walau sebutir saja
jangan,,,
salahkan saja waktu
kutuk saja ia dengan sumpah serapah
ia hanya akan terdiam
ia akan menyesal
karena enggan berpihak walau sebentar
dirimu hanya perlu tertunduk
sebelum tengadah menantang ego dan kebohongan
mengurungmu dalam kepicikan dan kenaifan
seolah hidup hanya bisa dilalui dengan mudah
dan itu didengar dari waktu ke waktu
seperti dongeng yang menjelma jadi realita
ahh,,,naif memang
jadi,,,
salahkan saja waktu
salahkan saja,,,
dengan penyesalan
nantinya,,,